Jalanjalan.it.com – Desa Adat Tenganan Pegringsingan di Bali terkenal dengan tradisi unik dan tenun gringsing sebagai warisan budaya.
Sejarah Desa Adat Tenganan Pegringsingan
Desa Adat Tenganan Pegringsingan adalah salah satu desa tertua di Bali yang terletak di Kabupaten Karangasem. Desa ini di kenal sebagai desa Bali Aga, yaitu sebutan untuk masyarakat asli Bali yang masih mempertahankan tradisi leluhur sebelum masuknya pengaruh kerajaan Majapahit. Sejarah desa ini sarat dengan nilai-nilai spiritual dan adat istiadat yang di wariskan turun-temurun, menjadikannya sebagai salah satu pusat budaya yang penting di Pulau Bali.
Masyarakat Tenganan di yakini masih memegang teguh aturan adat yang di sebut awig-awig, yaitu hukum adat yang mengatur tata kehidupan, tata ruang, serta hubungan sosial masyarakat. Dengan aturan ini, identitas budaya tetap terjaga meskipun perkembangan zaman terus berjalan.
Keunikan Desa Adat Tenganan
Salah satu keunikan Desa Adat Tenganan adalah tata ruang desanya yang khas. Rumah-rumah di sini tersusun rapi sejajar dengan jalan utama desa, semuanya di bangun dengan batu alam, kayu, dan atap ijuk. Arsitektur rumahnya sederhana namun sarat makna filosofis, menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Selain itu, masyarakat desa masih menjunjung tinggi sistem kehidupan komunal. Setiap kegiatan, baik upacara adat maupun aktivitas sehari-hari, di lakukan bersama-sama. Hal ini memperlihatkan betapa eratnya rasa persaudaraan antarwarga desa.
BACA JUGA : Festival Danau Toba: Perpaduan Alam dan Budaya
Tenun Gringsing, Warisan Budaya Dunia
Hal yang paling terkenal dari Desa Adat Tenganan adalah kain tenun gringsing. Kain ini sangat istimewa karena satu-satunya di Indonesia yang di buat dengan teknik double ikat, yaitu benang lungsi (vertikal) dan pakan (horizontal) diwarnai lebih dulu sebelum di tenun. Proses pembuatannya bisa memakan waktu bertahun-tahun, bahkan hingga sepuluh tahun, tergantung pada motif dan kerumitan desain.
Nama “gringsing” berasal dari kata gring yang berarti sakit dan sing yang berarti tidak. Artinya, kain gringsing di percaya dapat menangkal penyakit atau energi negatif. Karena keunikannya, kain gringsing telah di akui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO dan menjadi salah satu daya tarik utama wisatawan mancanegara.
Tradisi dan Upacara Adat
Desa Adat Tenganan juga memiliki beragam tradisi yang masih di jaga hingga sekarang. Salah satunya adalah Perang Pandan atau di kenal dengan Mekare-kare. Tradisi ini merupakan persembahan kepada Dewa Indra, dewa perang dalam ajaran Hindu. Dalam ritual ini, para pemuda bertarung menggunakan pandan berduri sebagai senjata dan tameng anyaman rotan.
Meskipun terlihat menyakitkan, tradisi ini di lakukan dengan penuh semangat kebersamaan dan selalu di akhiri dengan suasana damai. Perang Pandan menjadi atraksi budaya yang menarik perhatian wisatawan dari berbagai negara.
Selain itu, upacara adat di Tenganan selalu melibatkan musik tradisional gamelan selonding, yang hanya dimainkan oleh masyarakat desa dan diwariskan secara turun-temurun.
Daya Tarik Wisata Budaya
Mengunjungi Desa Adat Tenganan Pegringsingan memberikan pengalaman unik bagi wisatawan yang ingin mengenal Bali lebih dalam. Berbeda dengan destinasi wisata modern, desa ini menawarkan suasana tradisional yang kental. Wisatawan bisa berjalan-jalan menyusuri jalan desa, melihat langsung proses pembuatan kain gringsing, hingga menyaksikan berbagai ritual adat.
Tidak hanya budaya, suasana alam di sekitar desa juga menambah daya tarik. Desa ini dikelilingi perbukitan dan persawahan yang asri, menciptakan harmoni antara budaya dan keindahan alam.
Penutup
Desa Adat Tenganan Pegringsingan adalah permata budaya Bali yang masih lestari hingga kini. Keunikan arsitektur, kain tenun gringsing, serta tradisi adat yang terjaga menjadikannya sebagai destinasi wisata budaya yang patut dikunjungi. Melalui desa ini, wisatawan dapat menyaksikan bagaimana masyarakat Bali Aga menjaga warisan leluhur sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya Bali ke dunia.
Dengan mengunjungi Desa Adat Tenganan, kita tidak hanya menikmati keindahan Bali, tetapi juga belajar tentang pentingnya menjaga tradisi agar tetap hidup di tengah arus modernisasi.