Festival Tabuik Pariaman

Festival Tabuik Pariaman: Budaya dan Religi yang Menyatu

Jalanjalan.it.comFestival Tabuik Pariaman memadukan tradisi, budaya, dan nilai religius dalam perayaan penuh makna di pesisir Sumatera Barat.

1. Pendahuluan: Warisan Tradisi yang Hidup di Tanah Minang

Indonesia di kenal sebagai negeri dengan keberagaman budaya dan tradisi. Salah satu yang paling unik dan sarat makna adalah Festival Tabuik di Kota Pariaman, Sumatera Barat.
Festival ini bukan sekadar perayaan budaya, melainkan juga bentuk penghormatan dan ekspresi spiritual yang memadukan unsur religi Islam dan tradisi lokal Minangkabau.

Setiap tahunnya, ribuan warga dan wisatawan memadati pesisir Pariaman untuk menyaksikan prosesi megah Tabuik — menandai kebersamaan, semangat gotong royong, dan rasa duka atas peristiwa sejarah yang melatarinya.


BACA JUGA : Gunung Gede Pangrango: Destinasi Favorit Pendaki Jawa Barat

2. Asal Usul Festival Tabuik: Jejak Sejarah dari Timur Tengah

Asal-usul Festival Tabuik tidak bisa di lepaskan dari peristiwa Tragedi Karbala di Timur Tengah pada abad ke-7 Masehi, ketika cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain bin Ali, gugur dalam peperangan melawan pasukan Yazid bin Muawiyah.

Kisah duka itu kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia Islam melalui para pedagang dan ulama. Tradisi memperingati peristiwa Karbala di kenal dengan berbagai sebutan, seperti Tabot di Bengkulu, Tabuik di Pariaman, dan Ashura di Timur Tengah.

Di Pariaman, tradisi ini pertama kali di perkenalkan oleh orang-orang India keturunan Syiah asal Madras (Tamil Nadu) yang datang ke Sumatera Barat pada abad ke-19 untuk bekerja sebagai tentara dan pedagang pada masa kolonial Inggris.
Seiring waktu, masyarakat Minangkabau mengadaptasi tradisi tersebut dengan budaya lokal, hingga menjadi perayaan akbar yang di kenal sebagai Festival Tabuik Pariaman.


3. Makna dan Filosofi Tabuik

Kata “Tabuik” berasal dari bahasa Arab tabut, yang berarti peti atau usungan. Dalam konteks tradisi Pariaman, Tabuik merujuk pada replika menara raksasa berbentuk kuda bersayap yang membawa simbol jenazah Imam Husain menuju surga.

Makna filosofis Festival Tabuik sangat dalam, antara lain:

  • Simbol kesedihan dan penghormatan atas pengorbanan Imam Husain demi keadilan dan kebenaran.
  • Wujud kebersamaan dan persatuan, karena seluruh warga terlibat dalam setiap tahapan acara.
  • Ungkapan spiritual dan budaya, yang menyatukan nilai religius Islam dengan tradisi Minangkabau yang menjunjung tinggi gotong royong (sakato).

Festival ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan bisa berpadu secara harmonis tanpa kehilangan makna aslinya.


4. Prosesi dan Tahapan dalam Festival Tabuik

Festival Tabuik berlangsung selama beberapa hari, biasanya pada tanggal 10 Muharram dalam kalender Islam. Setiap tahapan memiliki makna tersendiri dan di jalankan dengan penuh khidmat dan semangat.

Berikut tahapan utama dalam rangkaian Festival Tabuik Pariaman:

A. Mengambil Tanah (Maambiak Tanah)

Tahap awal di mulai dengan pengambilan tanah di lokasi tertentu, yang melambangkan penciptaan manusia dari tanah serta simbol kesucian awal ritual.

B. Menebang Batang Pisang (Manabang Batang Pisang)

Batang pisang di tebang sebagai simbol pemenggalan tubuh Imam Husain dalam peristiwa Karbala. Ritual ini di lakukan dengan doa dan iringan musik tradisional gandang tasa.

C. Mengarak Jari-Jari dan Tabuik Pasa

Jari-jari yang melambangkan bagian tubuh Imam Husain diarak keliling kota dengan tabuhan gandang yang semarak. Dua Tabuik besar dari dua wilayah berbeda — Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang — dipersiapkan dan dihias megah oleh warga masing-masing daerah.

D. Tabuik Naik Pangkek

Pada tahap ini, bagian atas Tabuik dipasang di atas kerangka utamanya hingga berdiri tinggi dan kokoh. Tabuik bisa mencapai tinggi lebih dari 10 meter, dihiasi ornamen emas, kuda bersayap, serta patung malaikat simbolis.

E. Hoyak Tabuik

Inilah puncak perayaan Festival Tabuik. Ribuan warga berkumpul di alun-alun Pariaman untuk menghoyak (menggoyang) Tabuik sebagai simbol pengangkatan ruh Imam Husain ke langit.
Suasana penuh sorak gembira, bunyi gandang tasa yang menggema, dan semangat persatuan terasa sangat kuat.

F. Pembuangan Tabuik ke Laut

Prosesi terakhir adalah melarung Tabuik ke laut. Ritual ini melambangkan pengembalian arwah suci Imam Husain ke surga dan sebagai penutup rangkaian acara. Setelah Tabuik dilarung, masyarakat percaya segala kesedihan ikut hanyut, diganti dengan harapan baru untuk tahun mendatang.


5. Unsur Budaya, Seni, dan Religi dalam Tabuik

Festival Tabuik Pariaman tidak hanya bernilai spiritual, tetapi juga menampilkan kekayaan seni dan budaya lokal. Selama perayaan, masyarakat menampilkan berbagai kesenian tradisional seperti tari piring, silat Minangkabau, musik gandang tasa, dan karnaval rakyat.

Selain itu, masyarakat juga menyuguhkan kuliner khas Pariaman seperti sate piaman, lamang tapai, dan kue tradisional untuk menyambut para tamu.

Keunikan Festival Tabuik terletak pada sinergi antara budaya lokal dan tradisi Islam, menjadikannya ikon kebudayaan yang sarat makna dan menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.


6. Nilai Sosial dan Spiritual Festival Tabuik

Festival Tabuik mengandung banyak nilai yang relevan bagi kehidupan masyarakat modern, antara lain:

  • Nilai keagamaan: mengingatkan umat untuk menghormati pengorbanan demi kebenaran dan keadilan.
  • Nilai sosial: mempererat hubungan antarwarga melalui kerja sama dan gotong royong.
  • Nilai budaya: melestarikan warisan leluhur agar tetap hidup di tengah arus globalisasi.
  • Nilai ekonomi: meningkatkan sektor pariwisata dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Perpaduan nilai-nilai ini menjadikan Tabuik bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga simbol keharmonisan antara spiritualitas dan kebudayaan.


7. Penutup: Tabuik, Warisan Budaya yang Mendunia

Festival Tabuik Pariaman adalah bukti nyata bahwa agama dan budaya dapat berpadu secara damai dan indah. Di balik kemeriahan dan warna-warni prosesi, tersimpan pesan universal tentang kesetiaan, pengorbanan, dan persaudaraan antarumat manusia.

Sebagai warisan budaya takbenda Indonesia, Tabuik telah menjadi kebanggaan nasional yang harus terus dilestarikan. Tradisi ini bukan hanya milik masyarakat Pariaman, tetapi juga milik bangsa Indonesia sebagai simbol toleransi, gotong royong, dan rasa syukur atas anugerah budaya yang luar biasa.